58 research outputs found

    Voice Biometric System: The Identification of the Severity of Cerebral Palsy using Mel-Frequencies Stochastics Approach

    Get PDF
    Cerebral Palsy (CP) is a neurological condition that causes problems in body movement and muscle control that can inhibit the development of children’s speech. It can be classified into several types, based on the stiffness of the muscles that they suffer. This study offers a new technique for identifying the severity CP level of children based on their speech. This study utilizes the capabilities of the voice biometrics system (VBS) to authenticate people based on their voice. The Mel-frequency stochastic model is also offered as a new approach in the feature extraction process. Because of the pattern of speech signals of children with CP which is irregular, then neuro fuzzy is chosen as a method in the speech classifier. Based on the experiment conducted to respondents, the accuracy of the technique is 87.5%. This result shows good performance of the new approach for realizing the research objective

    Pengenalan Pola Gerak Bibir Dalam Pengucapan Fonem Vokal Bahasa Indonesia

    Get PDF
    Telah dikembangkan suatu perangkat lunak untuk pengenalan pola gerak bibir dalam pengucapan fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/ bahasa Indonesia. Perangkat lunak ini merupakan studi awal untuk pengembangan alat terapi bicara penderita tuna rungu di Indonesia berbasis metode pembacaan gerak bibir. Secara umum sistem Pengenalan Pola Gerak Bibir ini melibatkan tiga proses, yaitu akuisisi citra, pengolahan citra dan pengenalan pola. Citra video gerak bibir di akuisisi oleh sebuah kamera digital pada pada pencahayaan ruang 380 – 450 Lux. Komputer akan melakukan segmentasi bibir dan ekstraksi fitur. Pola gerak bibir diwakili oleh pola luas fitur bibir berbentuk persegi panjang pada setiap frame video gerak bibir, dan melalui pola ini akan dikenali fonem vokal yang diucapkan bibir dengan menerapkan algoritma Jaringan Syaraf Tiruan. Hasil pengujian perangkat lunak pengenalan pola gerak bibir menunjukkan tingkat akurasi sebesar 75,9 %. Kesalahan pengenalan pola oleh perangkat lunak, yang disebabkan oleh gaya menggerakkan bibir dalam berbicara untuk setiap orang berbeda, noise pada citra yang disebabkan oleh warna bibir dan kuat penerangan ruangan yang tidak merata

    Prediksi Penyakit Jantung Koroner (PJK) Berdasarkan Faktor Risiko Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

    Full text link
    Karena penyakit jantung koroner mempunyai angka kematian dan kesakitan yang tinggi, maka perludiketahui faktor-faktor risiko yang dapat meyebabkan penyakit jantung koroner ini. Prediksi Penyakit Jantungkoroner ini menggunakan metode pengenalan pola dari data catatan rekam medis penderita penyakit jantungkoroner yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Unit Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan orangsehat yang melakukan General Check-up Unit Penyakit Dalam dan Poliklinik General Check-up Geriatri UnitPenyakit Dalam RSUP Dr. Sardito Yogyakarta dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf TiruanBackpropagation (JST-BP). Berdasarkan data rekam medis penderita penyakit jantung koroner dan orang sehattersebut akan dilakukan pelatihan terhadap jaringan syaraf tiruan backpropagation ini, sehingga jaringansyaraf tiruan ini mampu mengenali polanya. Terdapat 9 faktor risiko penyebab timbulnya penyakit jantungkoroner yang akan dilatih agar dapat dikenali polanya.Setelah dilatih, jaringan syaraf tiruan ini akan diuji dengan 9 faktor risiko sebagai masukan yangdisimulasikan dengan Matlab 7.0.4. Dalam penelitian ini telah diujikan 9 faktor risiko penderita penyakitjantung koroner dan orang sehat. Dari hasil pengujian, metode JST-BP dapat mengenali pola-pola faktor risikopenyakit jantung koroner sebesar 80%

    Study of Raspberry Pi 2 Quad-core Cortex A7 CPU Cluster as a Mini Supercomputer

    Full text link
    High performance computing (HPC) devices is no longer exclusive for academic, R&D, or military purposes. The use of HPC device such as supercomputer now growing rapidly as some new area arise such as big data, and computer simulation. It makes the use of supercomputer more inclusive. Todays supercomputer has a huge computing power, but requires an enormous amount of energy to operate. In contrast a single board computer (SBC) such as Raspberry Pi has minimum computing power, but require a small amount of energy to operate, and as a bonus it is small and cheap. This paper covers the result of utilizing many Raspberry Pi 2 SBCs, a quad-core Cortex A7 900 MHz, as a cluster to compensate its computing power. The high performance linpack (HPL) is used to benchmark the computing power, and a power meter with resolution 10mV / 10mA is used to measure the power consumption. The experiment shows that the increase of number of cores in every SBC member in a cluster is not giving significant increase in computing power. This experiment give a recommendation that 4 nodes is a maximum number of nodes for SBC cluster based on the characteristic of computing performance and power consumption.Comment: Pre-print of conference paper on International Conference on Information Technology and Electrical Engineerin

    Kajian Ilmiah Penyetelan Ulang Parameter Sistem Proteksi Turbin Unit 2 di Star Energy Geothermal Ltd.

    Get PDF
    Semakin bertambahnya jumlah penduduk berarti semakin bertambah pula kebutuhan akan energi listrik. Salah satu solusi untuk memecahkannya yaitu dengan membangun PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) sebagai penyedia energi listrik ramah lingkungan.Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kinerja dan tingkat kehandalan dari sistem proteksi vibrasi dari turbin unit 2 PLTP Wayang Windu, metode Fault Tree Analysis digunakan untuk mengetahui tingkat kehandalan suatu sistem yang disebut SIL (Safety Integrity Level). PFD (Probability of Failure on Demand) dari masing-masing sub-sistem sensor, sub-sistem logic solver dan sub-sistem aktuator juga dihitung guna menentukan SIL dari sistem tersebut.Menurut aturan IEC 61508, hubungan antara besarnya nilai PFD dengan SIL berbanding terbalik dan terdapat pengklasifikasian untuk mengetahui tingkat kehandalan pada suatu Plant/Kilang. Pada 2 turbin yang ada di PLTP Wayang Windu terdapat perangkat pengaman yaitu TSI (Turbine Supervisory Instrument) Bently Nevada 3500 yang berfungsi untuk merekam getaran pada shaft bearing. Pada Turbin unit 2, penyetelanSet Alert (High) dan Set Danger (High-High) pada TSI sebaiknya di-setting sama dengan TSI pada Turbin unit-1 yaitu pada batas 100 um (High) dan 146 um (High-High). Parameter lain adalah Set Time Delay yang sebaiknya diubah dari 100 milidetik menjadi 3 detik untuk menghindari sinyal palsu yang selama ini sering mematikan turbin sebagai langkah otomasi untuk upayapengamanan dari terjadinya kerusakan yang lebih meluas, padahal kondisi faktualnya getaran yang terjadi sangat singkat dan tidak membahayakan kinerja turbin yang sedang running, justru langkah berupa shut down yang terjadi berulang-ulang ini dapat mengganggu proses produksi dan mengakibatkan kerusakan pada turbin tersebut. Oleh karena itu, penyetelan yang dilakukan akan meningkatkan kehandalan dari sistem proteksi vibrasi pada turbin unit 2

    Optimasi jaringan syaraf tiruan untuk kendal\u27 daya reaktor rise\u27i\u27 kartini dengan model referensi linier.

    Get PDF
    The control of the power of Kartini research reactor has been done either manually or automatically using conventional feedback controller (PID controller). In this research, an alternative control of Kartini reactor power using Artificial Neural Networks (ANN) was investigated. The research was done using two ANNs. acting as a reactor model and a controller. The ANN-reactor model was trained using a set of input-output reactor states. The ANN-controller was trained by comparing the response of the control system and the output of a linear reference model of the reactor. The trained ANN-controller was then tested by mean of simulations. The results of the simulations showed that the ANN-controller successfully reduced the overshoot and the settling time that might occur by using a PID controller

    Identifikasi Sistem Governor Control Valve Dalam Menjaga Kestabilan Putaran Turbin Uap PLTP Wayang Windu Unit 1

    Get PDF
    Salah satu komponen penting dalam sistem PLTP adalah sistem Governor Katup Kontrol.Pada sistem PLTP, katup kontrol digunakan untuk mengatur jumlah volume uap di dalam pipa sebelum menuju ke turbin uap. Untuk menentukan besar kecilnya bukaan katup, katup kontrol mendapatkan perintah dari suatu kontroler yang disebut governor. Turbin uap PLTP WW Unit 1 disetel agar selalu pada putaran 3000 rpm, untuk itu perlu dilakukan pengendalian katup kontrolagar aliran uap menuju turbin selalu stabil. Pada penelitian ini dibahas mengenai penyetelan ulang kontroler agar memiliki karakteristik respon sistem yang sesuai dengan tuntutan desain. Penyetelan ulang kontroler dilakukan dengan melakukan variasi autotune, yaitu metode Robust Response Time, Integral absolute Error (IAE), Integral Square Error (ISE), Integral Time Absolute Error (ITAE), danIntegral Time Square Error (ITSE). Dari berbagai metode yang diterapkan, terbukti bahwa penyetelan dengan metode ISE memiliki karakteristik yang paling baik dibandingkan dengan metode lain, yaitu menghasilkan kontroler jenis PI dengan Kp = 5 dan Ï„i = 10 dengan karakteristik sistem overshoot = 8,29% , rise time = 0,0431 s , peak time = 0,153 s dan settling time = 1,04. Hal ini menunjukkan perubahan yang signifikan karena sistem sebelumnya memiliki %OS 41,7% dan settling time sebesar 1,63 s dan rise time sebesar 0,138 s

    Pengaruh Penggunaan Pemancar-penerima pada Controller Area Network

    Get PDF
    Controller Area Network (CAN) is a communication network protocol that has been used in various fields as in automotive system to the industrial process. Input/output module as the CAN node in the network can be located nearby or distant from the controller. On the other hand, the CAN network must be designed to reduce the wiring harness significantly with latency as short as possible. CAN protocol can be built with and without the transceiver component. Analysis of the performance of both types of CAN network is conducted to know the exact distance to use transceiver. This research was conducted to analyze the impact of the transceiver on the latency of the CAN system, within the bus length variation. The transceiver and cable length variation were used as the factors of the statistical test that was conducted as the data analysis method in the research. The bus length varies from 50 m, 55 m, 60 m, 65 m, to 70 m. The two-way analysis of variance test and Tukey contrast test were used with a significance level of 0.05. There are three results of the two-way analysis of variance test, showing that significant differences have occurred on the effect of the transceiver, the bus length variation, and interaction between them, giving a p-value of 0.0003, 0.0008, and 0.0034 respectively. The results of the Tukey contrast test have shown that the latency of CAN systems without transceiver does not differ significantly on less than 65 m cable length. The analysis has concluded that the CAN system can well function without transceiver which is the cable length is less than 65 m.Keywords : CAN, communication protocol, cable length variation, latency AbstrakController Area Network (CAN) merupakan suatu protokol jaringan komunikasi yang telah digunakan pada berbagai bidang seperti sistem kendaran bermotor sampai sistem industri proses. Modul masukan/keluaran sebagai node dalam jaringan CAN dapat terletak berdekatan dengan pengendali atau jauh dari pengendali. Di sisi lain, jaringan CAN harus memiliki sistem pengkabelan yang sederhana dan waktu latensi yang singkat. Jaringan komunikasi CAN dapat dibangun dengan menggunakan pemancar-penerima dan tanpa pemancar-penerima. Analisis performa dari kedua jaringan tersebut dilakukan untuk mengetahui pada panjang kabel berapa komponen pemancar-penerima dibutuhkan. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis dari pengaruh komponen pemancar-penerima terhadap parameter latensi, dalam panjang kabel yang bervariasi. Terdapat dua faktor dalam melakukan analisis data, yaitu faktor komponen pemancar-penerima dan faktor variasi panjang kabel pada 50 m, 55 m, 60 m, 65 m, dan 70 m. Metode yang diimplementasikan dalam melakukan analisis data adalah uji analisis variasi dua jalur dan uji kontras Tukey, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05. Uji analisis variasi dua jalur memberikan tiga hasil nilai-p dari pengaruh pemancar-penerima, pengaruh variasi panjang kabel, serta interaksi dari keduanya, yaitu berturut-turut sebesar 0,0003, 0,0008, dan 0,0034. Hasil tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa komponen pemancar-penerima serta variasi panjang kabel mempengaruhi nilai latensi sistem secara signifikan. Hasil uji Tukey juga menunjukan bahwa selama panjang kabel kurang dari 65 m, latensi dari jaringan CAN tanpa pemancar-penerima tidak berbeda secara signifikan. Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa bahwa jaringan CAN tanpa pemancar-penerima dapat digunakan dengan baik selama panjang kabel kurang dari 65 m.Kata kunci : CAN, protokol komunikasi, variasi panjang kabel, latens
    • …
    corecore